The Naked Pedestrian

"Just go out from your own home, then you will find the new world behind your wall"
12 OKtober, 4 buah bus pariwisata meninggalkan Kampus Prestasi, Mandiri, dan Islami, Insan Cendekia, menuju sebuah tempat bernamaKampungTajur yang berjarak puluhan kilometer dari lokasi MAN Insan Cendekia. Homestay, begitulah para penumpang bus menyebut acara ini—acara menginap di rumah penduduk desa yang sebelumnya tidak pernah ditemui oleh pesertanya, Foranza Sillnova. Perasaan yang bercampuraduk antara bahagia, penasaran, antusias, dan rasa sedih karena ‘kehilangan’, kerap menghiasi suasana hati anggota Foranza Sillnova. Jumlah peserta yang mengikuti acara ini pun hanya 115 orang dari Foranza Sillnova serta beberapa guru pembimbing. Tiga anggota Foranza terpaksa tidak mengikuti acara ini karena sakit.
Beberapa jam setelah menempuh perjalanan panjang, akhirnya peserta Homestay sampai di Balai Desa Pesanggrahan. Setelah makan siang dan bersiap-siap, peserta Homestay berbaris untuk berjalan kaki beberapa meter jauhnya untuk sampai ke lokasi Homestay yang sesungguhnya. Perjalanan yang begitu melelahkan karena banyaknya tanjakan dan turunan terasa begitu nikmat karena diwarnai dengan semangat kebersamaan, ditambah pemandangan yang masih asri dengan sawah membentang di kanan dan kiri jalan.
Sesampainya di lokasi Homestay, para peserta disambut dengan alunan musik dari lembung padi yang dimainkan oleh beberapa wanita paruh baya warga desa tersebut. Acara ini pun dimulai dengan serah-terima anak asuh dari pihak Insan Cendekia ke warga desa. Setelah pembagian orang tua asuh, peserta Homestay dibawa pulang ke kediamannya masing-masing. Acara dilanjutkan dengan perkenalan dan obrolan antara peserta dengan orang tua asuh di kediaman masing-masing. Malam harinya, para peserta Homestay dan warga desa dikumpulkan di sebuah tempat semacam pendopo untuk melangsungkan acara nonton bareng. Acara dibuka dengan persembahan dari Tim Saman Foranza Sillnova yang menampilkan Tari Saman dari Aceh. Setelah disuguhkan sebuah tarian yang menggugah, sebuah film berjudul “Denias: Senandung di Atas Awan” diputar di layar, dan memakan waktu sekitar 2 jam untuk menontonnya hingga selesai.
Esoknya para peserta disibukkan dengan acara kerja bersama orang tua asuh, seperti bersih-bersih rumah, memasak, ataupun pergi ke sawah. Setelah bekerja, sebagian besar peserta memilih untuk pergi ke air terjun yang terletak di sekitar desa, untuk menyegarkan tubuh sekaligus pikiran yang sudah butek karena tugas-tugas yang menumpuk. Siangnya, terdapat acara pengobatan gratis, penjualan sembako murah, dan kerajinan tangan. Sekitar jam 8 malam sesudah waktu Isya’, para peserta dikumpulkan untuk melaksanakan acara api unggun. Acara ini terbilang sangat meriah karena diwarnai dengan keantusiasan Tim Foranza Sillnova di tengah dinginnya malam. Para peserta duduk melingkari sebuah api unggun yang berkobar dan disuguhi segelas jahe hangat plus setusuk jagung yang siap dibakar. Beberapa peserta menampilkan kebolehan mereka seperti bermain gitar, bernyanyi, dan shuffle.
Pagi hari tanggal 14 Oktober, para peserta Homestay kerja bakti membersihkan sekitar desa. Setelah itu, diadakan pertandingan persahabatan antara Tim Foranza Sillnova dengan pemuda Karang Taruna. Pertandingan berakhir dengan kemenangan di pihak Foranza Sillnova. Setelah bersiap-siap untuk kembali ke Insan cendekia, para peserta Homestay berkumpul untuk melaksanakan acara penutupan. Acara ini ditutup dengan penyerahan uang sumbangan dari Insan cendekia ke pihak desa, serta serah-terima kembali oleh pihak orang tua asuh dan pihak Insan Cendekia.
Lelah—pasti. Sedih—tentunya. Begitulah kira-kira yang dirasakan oleh peserta Homestay tahun ini. Rasa senang karena mendapat pengalaman sekaligus kenalan baru juga mewarnai hati para peserta. Begitu banyak hikmah dan pelajaran yang terkandung dalam acara ini. Para peserta seakan kembali ke kehidupan yang asri—masak menggunakan kayu bakar, tidak ada mall dan polusi, air yang langsung dari pegunungan, semua itu membuat otak dan pikiran para peserta seakan jernih kembali. Kehebohan para peserta juga dipicu oleh penggunaan bahasa Sunda di daerah setempat, sedangkan tidak banyak peserta yang dapat mengerti bahasa Sunda dengan baik, terlebih lagi Keyla, seorang native speaker yang turut serta dalam acara Homestay ini. Kali ini para peserta tidak pulang dengan tangan hampa—pakaian kotor selama dua hari sudah menunggu untuk dicuci.
-alphabeta-